Sabtu, 4 Mei 2024

Breaking News

  • Tanggapi Keluhan Masyarakat Dalam Kegiatan Jumat Curhat, Polres Siak Datangkan Mobil SIM Keliling   ●   
  • Bupati Kasmarni: Tahniah Kepada Septian dan M Alga atas Penghargaan Suara Pileg Terbanyak se-Riau   ●   
  • TAUFIK HIDAYAT KETUA MPC, PP, INHU, BALON BUPATI, RESMI DAFTAR KE PARTAI NASDEM   ●   
  • Usai Dipugar, Bupati Kasmarni Resmikan Kelenteng Tri Dharma Hun Bin Kuan Siak Kecil   ●   
  • Majukan Pertanian di Meranti, Plt Bupati Asmar Temui Wamen Pertanian Harvick Hasnul Qalbi.   ●   
Tennas Dan Al Azhar Menjawab Tentang Menjaga Budaya Melayu
Tennas Effendi dan Al Azhar Menjawab, Menjaga Budaya Melayu
Senin 12 Mei 2014, 04:14 WIB
Ket.Foto GR

PEKANBARU. Riaumadani.com - Budaya dan tradisi suatu kerajaan yang pernah berkuasa di Nusantara kini mulai memudar. Dimana, sangat banyak masyarakat tidak lagi menggunakan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut semakin parah ketika budaya asing mulai masuk seiring perkembangan zaman. Lantas, bagaimana dengan Riau?

Hal itu dipertanyakan oleh Dr. Adhyaksa Dault, SH, MSi selaku Ketua Kwarnas Pramuka saat berkunjung ke Balai Adat Melayu Riau, Kamis (8/5/2014) siang. Dalam kesempatan itu, Adhyaksa banyak bertanya tentang fungsi dan manfaat keberadaan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dalam kehidupan masyarakat Riau.

Di berbagai daerah, kata Adhyaksa, sudah terjadi kelonggaran pada setiap kerapatan. Hal itu dipicu dengan masuknya produk-produk UU baik dari luar maupun dari dalam. "Misal, patung yang ada di setiap rumah penduduk di Bali. Patungnya sama, pas ada hak paten dari Dunia, semua mengklaim itu ciptaan dia. Kalau tidak dipatenkan, akan diambil negara lain. Seperti tempe yang dipatenkan Jepang," jelas Adhyaksa.

Selain itu, Adhyaksa lebih menekankan agar adat istiadat dan kebudayaan Riau lebih didekatkan kepada para generasi muda Riau. Sehingga, LAMR tidak hanya sekedar sebuah paguyuban.

"Generasi muda, itu lebih senang dengan perlombaan-perlombaan. Ini kesempatan yang pas untuk menanamkan budaya Melayu sejak dini. Program ini pun bisa masuk ke sekolah-sekolah," ujar mantan Mentri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ini.

Sedikit banyak, ternyata Adhyaksa sudah mengenal kebudayaan Melayu Riau. Terutama Gurindam 12 ciptaan Raja Ali Haji. Ia menilai, keberadaan nasehat tersebut sudah mulai terkikis. "Saya pernah ziarah ke kuburan Raja Ali Haji di Pulau Penyengat dulu, karyanya itu sangat bagus untuk dipertandingkan. Supaya, tidak hilang," katanya.

"Lebih miris lagi, kebudayaan suatu daerah hanya dipakai ketika ada pernikahan atau upacara pemakaman, habis itu tak ada lagi acara adat," kata Adhyaksa.

Sementara itu, Al Azhar selaku Ketua Dewan Pimpinan Harian LAMR mengkisahkan awal mula terbentuknya LAMR. Dimana, ketika itu 13 kerajaan sudah bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kekhawatiran mulai muncul, sebab masyarakat Sumatera Timur mulai kehilangan identitas.

"Untuk merevitalisasi kebudayaan-kebudayaan, maka pemuka-pemuka masyarakat ketika itu berinisiatif untuk membentuk LAMR," terang Al Azhar.

Dikatakan Al Azhar, keberadaan LAMR sangat besar manfaatnya untuk masyarakat Riau. Sebab, segala permasalahan yang kadang tak mampu diselesaikan oleh pemerintah, akan diselesaikan disini. "Permasalahan sosial kemasyarakatan, bahkan persoalan Pilgubri yang tak ada Quickcount-nya, itu ngadu sama LAMR. Padahal, tak ada hubungannya," ujar Al Azhar sembari tertawa.

Senada dengan Al Azhar, Tennas Effendi selaku menjelaskan, LAMR memayungi LAM yang ada di setiap kabupaten kota di Riau. Dimana, setiap LAM kabupaten kota memiliki otonom tersendiri dalam merevitalisasi budaya masing-masing.

Untuk dunia pendidikan, LAMR sudah menyiapkan modul-modul untuk diajarkan ke sekolah-sekolah. Tentang kebudayaan Riau dimasukkan ke mata pelajaran Muatan Lokal. "Ini masuk dari SD hingga SMA," katanya.

"Sementara, untuk tingkat Perguruan Tinggi dalam seminggu ada dua kali pertemuan mahasiswa belajar di sini (Balai Adat Melayu)," tutur Tennas. Tidak hanya mahasiswa, kata Tennas, bahkan guru-guru selalu mendapat pencerahan dari LAMR.

Selain itu, lanjut Tennas, LAMR melalui Pemerintah Provinsi Riau selalu mengadakan festival budaya. Namun, pembinaan lebih difokuskan pada sanggar kesenian. "Sanggar-sanggar ini yang selalu kami bina," kata Tennas.

Hadir dalam diskusi tersebut Azali Johan, Syahril Abu Bakar dan beberapa pemuka masyarakat Riau lainnya. Diakhir diskusi, LAMR menyerahkan buku-buku tentang melayu Riau sebagai cinderahati. "Saya sangat senang dengan buku-buku ini," ucap Adhyaksa seraya tersenyum. **



Editor : Sumber : GR
Kategori : Budaya
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top