Jumat, 3 Oktober 2025

Breaking News

  • Pembukaan Bulan PRB 2025 di Mojokerto, Bupati Rohul : Bulan PRB Momentum Perkuat Sinergi Mitigasi Bencana   ●   
  • Ini Tanggapan Pemerintah Kabupaten Bengkalis Terkait Pj. Kepala Desa   ●   
  • Ledakan Guncang Kilang Pertamina Dumai, Warga Panik   ●   
  • Dua Pelaku Pengoplos Gas LPG Bersubsidi Dibekuk Tim Ditreskrimsus Polda Riau   ●   
  • Dua Warga Desa Teluk Lancar Tewas Disambar Petir Saat Mencari Kepah di Pantai Parit Panjang   ●   
DUGAAN KOUPSI E-KTP
Penyidik Temukan Dua Alat Bukti, Setya Novanto Jadi Tersangka Kasus e-KTP
Senin 17 Juli 2017, 23:00 WIB
Ketua DPR RI, Setya Novanto Jadi Tersangka Kasus e-KTP

JAKARTA RIAUMADANI. com - Ketua DPR Setya Novanto dikabarkan telah menyandang status tersangka dalam perkara kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Penetapan tersangka dilakukan, setelah tim penyidik menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup perihal dugaan keterlibatan politikus Partai Golkar tersebut dalam sengkarut kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

’’Sudah (SN tersangka). Rabu (21/6) pagi penyidik sudah ekspose (gelar perkara) di depan lima pimpinan. Mereka sepakat untuk naikan SN ke tingkat penyidikan,’’ kata sumber di KPK kepada JawaPos.com, Senin (17/7/2017).

Kata sumber itu lagi, SN dinilai bersama pihak lain terbukti turut serta memuluskan tahapan perencanaan, hingga pelaksanaan proyek e-KTP berjalan, sesuai dengan peran yang dipaparkan jaksa penuntut umum dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.

’’Unsur Pasal 55 nya sudah masuk,’’ tambahnya.

Adapun informasi tersebut sesuai dengan keyakinan JPU KPK dalam kesimpulan analisa yuridis, saat membacakan surat tuntutan untuk kedua terdakwa perkara e-KTP. Jaksa meyakini, SN dinilai terbukti turut serta dalam sengkarut dugaan mega korupsi e-KTP, sesuai Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hal itu adanya pertemuan antara terdakwa Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini,  dan Setnov di Hotel Grand Melia Jakarta pada Februari 2010 silam, sekitar pukul 06.00 Wib.

Dalam pertemuan tersebut, para terdakwa meminta dukungan Setnov dalam proses penganggaran tersebut, dan Setnov menyatakan dukungannya terhadap proses penganggraan proyek e-KTP yang sedang berjalan di Komisi II DPR.

Di samping itu, fakta hukum lain yang mengaitkan keterlibatan Setnov, juga adanya  pertemuan antara Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama terdakwa satu, yang menemui Setnov di lantai 12 Gedung DPR RI, guna memastikan dukungan Setnov terhadap penganggaran proyek e KTP. Dalam pertemuan tersebut Setnov mengatakan sesuatu.

’’Ini sedang kami koordinaskan perkembanganya nanti hubungi Andi,’’ kata JPU KPK Mufti Nur Irawan.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta hukum di atas, jika dikaitkan dengan teori hukum, ditarik suatu kesimpulan adanya pertemuan antara para terdakwa, Andi agustinus, Diah Anggraini, dan Setya Novanto di hotel Grand Melia, telah menunjukan telah terjadi pertemuan kepentingan atau meeting of interest antara Andi Agustinus yang merupakan pengusaha yang berkepentingan dapat mengerjakan proyek, para terdakwa yang bertugas melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa, serta Setya Novanto, selaku Ketua Fraksi Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada komisi 2 DPR RI, yang pada saat itu diketuai Burhanudin Napitupulu yang juga bersal dari Fraksi Golkar.
’Pertemuan tersebut merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum dan norma kepantasan,’’ terangnya.

Apalagi, sambungnya, pertemuan tersebut dilakukan di luar jam kerja, yakni pukul 06.00 Wib pagi, serta adanya upaya yang dilakukan Setnov untuk menghilangkan fakta, yakni dengan cara  memerintahkan Diah Anggraini, agar menyampaikan pesan ke terdakwa satu (Irman), jika ditanya penyidik KPK agar jawab tidak kenal  kenal Setnov.

’’Dengan uraian kesimpulan tersebut, maka telah terjadi kerjasama yang erat dan sadar yang dilakukan oleh para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu Setiawan, Isnu Edhi Wijaya, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong,’’ jelasnya.

Dengan adanya kerjasama tersebut maka menurutnya, telah ada kesatuan kehendak, kesatuan perbuatan fisik yang saling melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan delik.

‘’Oleh kaarena itu perbuatan para terdakwa masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan perbuatan. Dengan demikian kami berpendapat unsur Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan menurut hukum,’’ papar jaksa.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi perihal adanya penetapan kenaikan status hukum SN dari saksi menjadi tersangka, wakil ketua KPK laode M Syarief belum membalas pesan yang dikirim via WhatsApp. Ketika dihubungi via telefon tidak diangkat.

Di sisi lain, juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan jika ada tersangka baru. Namun, ketika ditanya siapa tersangka yang dimaksud ia enggan menjelaskannya, dan meminta menunggu keterangan resmi dari KPK.

’’(soal) e-KTP,’’ singkatnya.

Sebelumnya, terkait sengkarut perkara itu, dalam surat dakwaan JPU KPK, Setya Novanto bersama-sama mantan Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum, disebut-sebut merupakan pihak yang mengatur proses persetujuan anggaran proyek e-KTP di DPR. Atas lobi-lobi yang dilakukan keduanya, jaksa menengarai Setnov dan Andi Narogong mendapat jatah 11 persen (Rp574,2 miliar).

Demikian halnya dengan yang didapat Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin, yakni sebesar 11 persen (Rp574,2 miliar). Atas tuduhan itu, baik Setnov maupun Anas sudah membantahnya berkali-kali.
Sumber: JPG




Editor : Tis.RP
Kategori : Hukum
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top