

Jakarta, RIAUMADANI. Com- Siti Aisyah, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Riau 2 dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pengusul RUU UU No.28 Tahun 2024, yang di hadrii APKASINDO dan ALIANSI FILANTROPI. Dalam RDPU tersebut, ia mengusulkan dan mengucapkan terimakasih kepada Hak Kekayaan Intelektual, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), ALIANSI FILANTROPI (Tindakan Seseorang Yang Mencintai Sesama Manusia Serta Nilai Kemanusiaan, Sebuah Kedermawanan, Red).
Dalam penjabaran dan usulannya, Siti Aisyah menyatakan, menyikapi persoalan UU No. 28 Tahun 2024, ia sangat tertarik, karena hal ini dapat menambah wawasan.
Sebagai anggota DPR RI, kami merasa perlu agar undang undang mengenai Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Hak Undang Undang kita kawal secara bersama, karena ini menyangkut keberpihakan kepada rakyat, dan ini wajib kita lindungi dengan legalitas yang jelas, agar rakyat dapat berusaha dengan nyaman, ekonomi rakyat dapat terus bertumbuh, dan ketahanan pangan Indonesia mencapai sasaran.
Tapi disini, saya lebih prioritas kepada APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit), karena di daerah Dapil saya di Riau khususnya dan Riau 2 umumnya sebahagian masyarakat nya adalah, petani kelapa sawit.
Dan petani di sektor kelapa sawit itu juga menjadi salah satu sumber pendapatan untuk negara selain minyak bumi, gas dan lain lain, terutama dari sektor pajak.
Kebetulan saya sangat kenal dengan Ketum APKASINDO, yakni bapak Gulat Manurung, saya sering berkonsultasi dengan beliau, dan terkait sawit saya sering bertanya dengan beliau.
Salah satu permasalahan APKASINDO yang menjadi sekala prioritas untuk di usulkan dan menjadi rancangan undang undang, dalam memahami permasalahan lahan petani yang berhadapan dengan kawasan hutan, yaitu dengan Kementrian Lingkungan hidup dan Kehutanan.
Dimana, 622.488 ha yang di claim petani dan yang di mohonkan oleh petani hanya 6.347 ha, inilah jumlah luasan yang sudah di setujui dan di lepaskan dari kawasan hutan. Jadi berarti, hanya 1 % yang sudah di lepaskan untuk petani.
Memang ada dibeberapa tempat dan sangat banyak di Dapil saya di Riau, mungkin seperti yang terjadi di Dapil saya Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Kuansing, Kampar, dan hampir seluruh Kabupaten di Riau terjadi claim oleh petani (masyarakat), bahwa lahan atau tanah lahan petani tersebut masuk dalam kawasan hutan.
Dapat saya contohkan, tentang persoalan lahan PIR di Kabupaten yang ada di Riau, sejak tahun 1985 sudah bersertifikat. yaitu sertifikat Hak Milik (SHM).
Bahkan, beberapa sudah menjadi agunan ke Bank, dan dalam pembangunan kebun kelapa sawit yang mendapatkan suntikan dana dari pinjaman Bank tersebut, hutang petani di Bank sudah lunas, dan beberapa kali sudah ada yang di perjual belikan dan beralih nama kepada pihak pihak lain.
Dilahan kawasan hutan tersebut, Sudah ada Desa, (pemerintahan Desa), ada Pasum (Pasilitas Umum), ada Sekolah, ada Rumah Sakit, ada Rumah Ibadah, bahkan ada perkuburan nenek moyang mereka, namun yang menyakitkan adalah, tahun 2017 lahan tersebut telah kembali lagi menjadi kawasan hutan, padahal sebelumnya sudah menjadi hak milik.
Setelah 32 tahun di kuasai oleh masyarakat di sana, hari ini menjadi kawasan hutan, kembali. Dalam hal ini pastinya masyarakat juga yang di rugikan. Dan ironisnya, hingga hari ini, beberapa kantor Dinas Pemda itu juga masuk dalam Kawasan Hutan.
Ada Desa tertua di salah satu Kecamatan di Seberida provinsi Riau, yakni Desa Paya Rumbai. Dahulunya status tanah HPL yang bisa di Sertifikat kan, namun hari ini seluruh Desa menjadi Kawasan Hutan. Ada apa ini...
Untuk sebagai bahan renungan, Jika Gajah dan Harimau disumatra mati, hampir semua elemen teriak, termasuk Eropa dan Dunia. Tetapi, ketika anggota masyarakat kita yang mati, kehilangan lahannya, kehilangan mata pencaharian nya, tidak bisa menafkahi anggota keluarganya, tidak bisa menyekolahkan anaknya, kenapa semua diam.
Selain itu, contoh lain terkait permasalahan dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga ada di Dapil saya, dan terjadi dibeberapa Kabupaten, yang mana masyarakat sudah bertani dari nenek moyang mereka di lahan tersebut, mati dan di kubur pun dilahan tersebut, mereka menanam Sawit, dan Sawit nya sudah berbuah, sudah replanting. Tapi yang bikin menyayat hati, tiba tiba lahan yang sudah di miliki masyarakat petani secara turun temurun tersebut, kini dinyatakan tanah tersebut adalah tanah PT, Rimba Peranap Indah (PT.RPI).
Status lahannya menjadi HTI (Hutan Tanaman Industri), kebun sawit milik masyarakat di buldoser, di ratakan, di hancurkan. Masyarakat mengadu ke pemerintah setempat ke aparat hukum, namun tidak ada satupun yang menanggapinya. Mereka, masyarakat yang sudah hadir jauh hari sebelum perusahaan, hingga hari ini mereka hanya bisa menangis.
Menyikapi permasalahan masyarakat dengan perusahaan ini, sangat wajib kita selesaikan dengan terang benderang, karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Akibat status lahan tersebut masyarakat tentunya menjadi gamang, dan ini juga pastinya berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya perekonomian bagi masyarakat setempat.
Oleh sebab itu,, kita wajib mendorong agar UU tentang kelapa sawit ini segera kita buat, dan kita lindungi. Kalau bisa kita berdiri sendiri tidak bersatu dengan UU yang lain, "Demikian, dengan suara parau dan bergetar menahan tangisnya, Siti Aisyah mengungkapkan persoalan masyarakat di Dapil Riau 2 yang status lahan pertaniannya belum berujung penyelesaian, Selasa (5 November 2024).
#RBT





01
02
03
04
05



