Selasa, 22 Oktober 2024

Breaking News

  • Kampung Perincit Tuan Rumah Lomba Pemanfaatan Lahan Perkarangan "Aku Hatinya PKK" Tingkat Kecamatan Pusako 2024   ●   
  • Tim Satreskrim Polresta Pekanbaru Tangkap 22 Bandit, Kasat Reskrim Kompol Berry Juana : Kita Mau Kota Pekanbaru Kondusif   ●   
  • Ribuan Masyarakat Ikuti Jalan Santai dan Pembukaan 'Rohul Expo' Bersempena HUT Kabupaten Rokan Hulu Ke-25   ●   
  • Hadiri Pelantikan Presiden Ke 8, Sukiman Ajak Masyarakat Dukung Dan Berharap Yang Terbaik Bagi Indonesia   ●   
  • NGO Internasional Kagumi Pengelolaan Konservasi Mangrove Kampung Kayu Ara Permai Binaan PT ITA.   ●   
Tanda Tanya di Seputar Tindakan Oknum Babinsa
Panglima TNI Jenderal Moeldoko : Tak Ditemukan Pelanggaran
Senin 09 Juni 2014, 02:13 WIB
Panglima TNI Jenderal Moeldoko

JAKARTA. Riaumadani.com - Aktivitas Bintara Pembina Desa [Babinsa] yang mendata pilihan warga dalam Pemilu Presiden 2014 masih menyisakan tanda tanya. Ada yang belum tuntas dijelaskan.

Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] dan TNI telah menindaklanjuti dugaan adanya upaya mengarahkan pilihan warga pada pasangan capres/cawapres tertentu. Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan tak ditemukan pelanggaran yang dilakukan anggota Babinsa bernama Koptu Rusfandi. Klaim Moeldoko itu berdasarkan penelusuran Bawaslu yang telah melakukan pengecekan di lokasi kejadian, Jakarta Pusat, bersama camat, lurah, Kepala RT/RW setempat disaksikan sejumlah warga.

"Bukan saya, tapi Bawaslu yang menyatakan tak ada pelanggaran. Saya berani cek sama-sama, karena saya tidak ingin masalah ini menjadi seperti perang dunia," kata Moeldoko, di Halim, Jakarta Timur, Minggu [8/6/2014].

Moeldoko menambahkan, hasil penelusuran Bawaslu menyatakan apa yang dikatakan oleh pelapor tentang aktivitas babinsa tersebut tak terbukti. Bahkan, masyarakat sekitar menyatakan siap menjadi saksi yang menjamin tidak ada penyimpangan oleh Babinsa.

"Anggaplah kejadian itu benar, terstruktur atau tidak? Apanya yang terstruktur? Berdampak sistemik atau tidak? Tidak, tempatnya hanya satu tempat. Karena memang tidak ada perintah dari panglima yang meminta Babinsa bertindak macam-macam seperti itu," ujarnya.

Pernyataan Moeldoko itu berbeda dengan pernyataan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Andika Perkasa. Andika menyatakan, Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan pilihan warga di area tugasnya sebagai Babinsa. Namun, Andika menyebutkan, Koptu Rusfandi tidak bermaksud mengarahkan pilihan warga.

Menurut Andika, hal itu terjadi ketika seorang warga Jakarta Pusat tidak langsung memberikan jawaban saat ditanya tentang preferensinya pada Pemilu Presiden 2014. Koptu Rusfandi berusaha mendapatkan konfirmasi dengan cara menunjuk pada gambar partai politik pengusung calon presiden.

"Secara kebetulan, gambar yang digunakan untuk mengonfirmasi pertama kali adalah gambar partai politik calon presiden nomor urut 1," kata Brigjen Andika.

Hal tersebut, lanjutnya, yang kemudian menimbulkan kesan seolah-olah Koptu Rusfandi "mengarahkan" warga di Jakarta Pusat untuk memilih salah satu calon presiden. Kendati demikian, Andika menegaskan, tindakan Koptu Rusfandi tersebut tetap merupakan suatu kesalahan.

"Pimpinan TNI AD tidak pernah memberikan perintah kepada jajarannya untuk melakukan pendataan preferensi warga di Pemilihan Presiden 2014. Perintah ini juga tidak pernah diberikan oleh Pangdam Jaya berturut-turut sampai dengan Danramil-nya, Kapten Inf Saliman," katanya.

Dari hasil penyelidikan itu, diketahui tindakan Koptu Rusfandi merupakan inisiatif sendiri dan karena ketidaktahuannya tentang tugas-tugas Babinsa. Selain itu, penyelidikan Kodam Jaya menemukan bahwa Danramil Gambir, Kapten Inf Saliman, sebagai atasan langsung Koptu Rusfandi, juga dinilai tidak melaksanakan tugasnya secara profesional dan tidak memahami tugas kewajibannya.

"Kapten Saliman menugaskan Koptu Rusfandi yang jabatan sebenarnya adalah Tamtama Pengemudi di Koramil Gambir untuk melakukan tugas Bintara Pembina Desa tanpa memberikan pembekalan kemampuan teritorial yang memadai terlebih dahulu," ungkap Andika.

Kapten Saliman dianggap tidak berusaha menegur dan menghentikan tindakan Koptu Rusfandi. Berdasarkan hasil pengusutan itu, TNI AD memutuskan Koptu Rusfandi dan Kapten Saliman melakukan pelanggaran disiplin perbuatan tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan profesional dan tidak memahami tugas serta kewajibannya.

Koptu Rusfandi diberikan sanksi penahanan berat selama 21 hari berikut sanksi administratif tambahan berupa penundaan pangkat selama 3 periode [3 x 6 bulan]. Sedangkan Kapten Saliman diberi hukuman teguran dan sanksi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama 1 periode [1x 6 bulan]. Moeldoko berkali-kali mengatakan bahwa TNI akan bertindak netral dalam pemilu. Kasus ini terjadi karena ada anggota babinsa yang bekerja melakukan pendataan di waktu yang tak tepat.

Dihubungi terpisah, Indro Cahyono dari Indonesian Front for the Defence for Human Rights [INFIGHT], menilai, pernyataan TNI yang mengatakan tindakan Koptu Rusfandi merupakan inisiatif sendiri sangat dapat dipahami. Dalam catatannya, babinsa kerap bertindak di luar jalur yang telah ditetapkan. Bahkan menerima perintah dari pihak lain yang non unsur TNI.

"Bisa saja perintah informal karena sistemnya mendukung untuk melakukan itu," kata Indro.

Meski demikian, ia mengapresiasi respons yang diberikan oleh TNI. Indro berharap, kasus ini membuka mata Panglima TNI bahwa di bawah masih banyak babinsa yang melakukan penyelewengan dan tak jarang menimbulkan keresahan bagi masyarakat.

"Sekalian saja kita buka, jangankan babinsa yang berpolitik, ada juga yang kriminal, terlibat di pilkada, bisnis ilegal juga banyak. Babinsa adalah aparat pertahanan yang dititipkan pada masyarakat tapi tidak tepat," katanya.**



Editor : Sumber : Kompas.com
Kategori : Nasional
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top