Selasa, 7 Mei 2024

Breaking News

  • Pastikan Maju di Pilkada Siak, Sugianto Kembalikan Formulir ke DPC Perindo, Demokrat dan Hanura   ●   
  • Abdul Wahid Serahkan formulir pendaftaran calon Gubernur Riau 2024 ke PDIP   ●   
  • Rakor Pemda dan Pemdes se-Riau, Laporan Angka Stunting Siak 2023 Turun 11,6 Persen   ●   
  • Silaturahmi dengan Tim Binfungtaswilnas Mabes TNI, Wabup Bagus Sampaikan Kondisi Abrasi   ●   
  • Rugikan Negara Rp22 M, Mantan Bupati Kuansing Sukarmis di Tahan Kejari   ●   
PSB Diduga ada Permainan,
Penerimaan Siswa Baru SMA PLUS Riau Seperti 'Siluman' Anak Luar Daerah di Kebiri
Selasa 02 Juni 2015, 12:03 WIB
SMU Plus Riau Sekolah Kebanggaan Masyarakat Riau

TEMBILAHAN. Riaumadani. com - Agaknya program revolusi mental yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo hanya masih berupa wacana Pemerintah saja. Hal ini disebabkan banyaknya praktek permainan dan kongkalikong yang dilakukan oleh segelintir oknum yang notabene adalah mereka yang berpendidikan. Ini bahkan terjadi pada sekolah unggulan yang selalu dielu-elukan oleh Pemerintah Provinsi Riau, SMA Plus, dimana dalam hal penerimaan siswa baru saja masih jauh dari transparansi.

Praktek permainan pada penerimaan siswa baru SMA Plus ini cukup kasat mata. Namun anehnya, selama ini hal itu tak pernah terungkap akibat rapinya sistim 'mafia' pendidikan yang disebut-sebut sebahagian kalangan itu. Misalnya pada penerimaan siswa baru yang telah berlangsung, barangkali tak sedikit siswa berprestasi dari daerah yang telah menjadi 'korban' panitia penerimaan SMA Plus ini. Salah satunya yang menimpa siswa berprestasi dari SMP Negeri 3 Keritang, Safitri Handayani, yang haknya telah dirampas oleh oknum-oknum panitia penerimaan SMA Plus ini.

Selain itu, informasi dari Dinas terkaitpun seakan dikaburkan. Semisal, informasi awal yang dimuat oleh salah satu media lokal bekerja sama dengan dinas Pendidikan bahwa tes kesehatan akan dilaksanakan di Makorem Pekanbaru pada Senin, 18 Mei 2015. Namun informasi itu kabur, sehingga siswa dari daerah harus keteteran mencari informasi selanjutnya yang seyogyanya tes kesehatan itu dilaksanakan di RS Tentara Pekanbaru.

Begitupun dengan pengumuman kelulusan yang dijadwalkan pada Rabu, 20 Mei 2015 harus ngaret dari pukul 8 ke pukul 10. Kemudian dilanjutkan dengan tes fisik untuk siswa dari luar Pekanbaru yang dilaksanakan di lapangan Pancasila Pekanbaru pada 25 Mei 2015. Untuk Kota Pekanbaru sendiri, tes dilaksanakan sehari kemudian. Saat itu, penilaian sangat transparan. Hasilnya ditampilkan ke masyarakat luas agar kelihatan bahwa penerimaan siswa baru ini penuh transparansi.

Dalam hal ini, masing-masing guru pembimbing tentu selalu melihat data aktual dan kenyataan lapangan terhadap anak didiknya. Mengenai dengan kasus Safitri Handayani, siswa yang berasal dari SMP Negeri 3 Keritang, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir ini merupakan salah satu siswa berprestasi yang sarat dengan bakat dan kemampuan. Dalam pantauan media pun, siswa dari daerah ini merupakan aset negeri ini yang mesti diperjuangkan. Bahkan, sebagai tambahan, Safitri pun selalu mengikuti perlombaan O2SN cabang atletik di sekolahnya.

Menjadi permasalahan adalah ketika hasil tes fisik yang sangat transparan itu tercatat bahwa safitri memperoleh ranking 3. Tentu peringkat tersebut bisa dikategorikan lulus. Harapan dari anak daerah ini sangat tinggi sehingga dengan penuh keyakinan dan perjuangan berusaha menunggu pengumuman kelulusannya yang akan diumumkan pada 27 Mei 2015. "Kita berkeyakinan anak didik kita lulus," sebut Rabiah, salah satu guru yang mendampingi.

Namun, kejanggalan mulai muncul dirasakan oleh guru dan sejumlah peserta lainnya pada Rabu, 27 Mei 2015 itu. Informasi yang diberikan panitia penerimaan bahwa seluruh siswa diharapkan kumpul dan melihat pengumuman pada pukul 16.00 sore. Namun, sampai malam pun pengumuman tak kunjung ada. Tentunya banyak siswa dari daerah dan guru-guru yang tidak tahan karena ketidakjelasan informasi pengumuman tersebut. Yang ditunggu-tunggu pun tiba, ternyata nama Safitri Handayani tak muncul alias dieliminasi oleh panitia penerimaan. Pengumuman yang dikeluarkan tengah malam buta itu pun penuh keanehan dan sangat tidak etis. Barangkali, sasaran pengumuman itu ditujukan panitia untuk bangsa lelembut, bukan untuk siswa itu sendiri.

Saat dikonfirmasi, Rabiah, selaku guru pembimbing mengakui pernah mempertanyakan hal ini pada salah satu panitia bidang kesamaptaan dari kalangan militer, Serma Firdaus. "Kami tidak tahu lagi soal ini, sudah diserahkan ke Provinsi," ucap Serma Firdaus ditirukan Rabiah. Ketika ia mencoba mencari-cari informasi selanjutnya, tetap tak berhasil dengan alasan panitia tertutup dan sulit untuk dimintai penjelasan.
  
    Kelulusan yang Janggal
Dari hasil pengumuman kelulusan oleh panitia yang penuh kejanggalan mulai dari waktu dan informasinya serta bagaimana penilaiannya. Barangkali ada aroma konspirasi antar panitia dalam hal penentuan kelulusan siswa SMA Plus ini. Misalnya saja pada nama siswa yang dinyatakan lulus, Chantira Saifirman ataupun M Farel Azhar Rahmanda yang sama-sama dari Indragiri Hilir. Untuk Chantira Saifirman sendiri, wartawan memperoleh informasi bahwa ia berasal dari Batam namun mengambil wilayah Inhil. Bisa saja karena kedekatan sang orang tua dengan Bupati Indragiri Hilir atau dengan panitia, wallahu a'lam.

Pada tes fisik tanggal 25 Mei 2015 itu, Chantira sendiri hanya sanggup menyelesaikan satu putaran saja yang seharusnya lima putaran. Nilaipun terpampang dihadapan umum bahwa ia memperoleh ranking sesuai dengan kemampuannya. Begitupun dengan M Farel Azhar Rahmanda yang dari informasi masih jauh dibawah Safitri dengan menempuh tiga putaran lebih 125 meter. Sudah barang tentu, kalau melihat perolehan aktual lapangan, Safitri lebih layak lulus dengan memperoleh 3 putaran plus 250 meter.

Mendapat informasi mengenai hal ini, Kepala SMP Negeri 3 Keritang, Drs.H Sabaruddin S merasa kecewa. Ketika ditemui, ia cukup menyayangkan perihal penerimaan siswa SMA Plus yang tidak jelas dan berbau konspirasi. "Yang sangat dirugikan adalah anak daerah yang merupakan siswa berprestasi itu sendiri," ujarnya.

Dalam hal ini, terkesan bahwa penerimaan siswa baru di SMA Plus hanya sebuah formalitas bagi sekolah itu agar dikatakan sekolah unggulan. Sebab, jika persoalan pengumuman yang tertutup dan kabur itu menimpa salah seorang siswa daerah dari Keritang, Indragiri Hilir, bukan tidak mungkin ada Safitri-Safitri lain yang bernasib sama dalam penerimaan siswa SMA Plus ini. Lebih banyak lagi anak daerah berprestasi yang berkemampuan prima harus tergusur oleh tim yang bernama panitia penerimaan.

Kalau demikian adanya, setidaknya tahun-tahun mendatang tentulah kurang cerdas jika memberikan pengumuman penerimaan siswa baru pada sekolah-sekolah yang ada di daerah kalau tidak ada backing ataupun sejumlah dana segar untuk masuk ke suatu sekolah unggulan. Kalau sebuah sekolah orientasinya kepentingan pejabat atau golongan tertentu, tentulah kurang perlu lagi adanya persyaratan administrasi nilai yang tinggi serta kemampuan lainnya kalau toh, harus tidak dapat diterima. Intinya, terkesan bahwa penerimaan SMA Plus ini ada berbau bisikan dan hanya untuk anak petinggi dan berkantong tebal saja.

Pihak sekolah SMA Plus masih sulit untuk dihubungi oleh wartawan. Beberapa kali wartawan menyambangi sekolah itu tampak sepi, bahkan salah seorang wartawan hanya dapat bertemu dengan satpam. Dari satpam itu didapat informasi bahwa Kepala Sekolah, Drs.Saadunir sedang tidak ada ditempat. Nomor telepon kantor SMA Plus (0761-7048480) pun tidak aktif ketika dihubungi.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indragiri Hilir, Helmi MPd saat ditanyakan perihal ini mengatakan bahwa penerimaan siswa baru SMA Plus ini berada pada panitia Provinsi. "Panitia dari Provinsi, Kabupaten hanya menyediakan tempat seleksi, 3 tahap berikutnya dilaksanakan di Pekanbaru," sebutnya. Ketika ditanya lebih lanjut mengenai ketidaktransparanan panitia tersebut, Kadis tidak berkomentar apa-apa lagi.

    Anak Daerah Seakan Dikebiri

Mengenai ketertutupan informasi dan transparansi pengumuman penerimaan siswa baru SMA Plus, merupakan sebuah ironi di masa reformasi. Padahal UU Keterbukaan Informasi Publik telah mengaturnya melalui Undang-Undang RI No.14 Tahun 2008. Pihak-pihak yang berkepentingan tentunya berhak memperoleh informasi akurat mengenai suatu permasalahan yang terjadi. Sementara itu, dalam penerimaan siswa baru ini, seakan guru dan peserta daerah tidak diberikan informasi itu. Hal ini menimbulkan potensi adanya unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam bentuk penerimaan siswa baru yang sangat administratif dan terselubung.

Apalagi melihat permasalahan yang terjadi sebelumnya, seorang anak daerah yang berprestasi dan dari hasil tes memperoleh ranking cukup lumayan mesti gugur dengan mereka yang nilainya justeru dibawah dari anak daerah tersebut. Dirasa sangat tidak janggal dilakukan oleh panitia dari Provinsi tersebut.

Sebagai informasi, Safitri yang gugur dalam tes fisik itu adalah sebuah keniscayaan sebab dengan kegiatan sehari-harinya yang sangat aktif dan komunikatif di sekolahnya. Ia seorang anak Petani yang tinggal di ujung parit Sungai Dungun, Sungai Gergaji, Kelurahan Kotabaru Reteh Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Ayahnya petani kecil dan ibunya seorang ibu rumah tangga dengan penuh kesederhanaan. Tiap hari Safitri harus tertatah titih berangkat ke Sekolah dengan kondisi jalan setapak. Jika hari hujan, kondisi becek dan berlumpur, yang sudah pasti harus ditempuh dengan berjalan kaki ataupun berlari-lari kecil mengejar waktu ke sekolah. Kegigihannya ini harus dimentahkan oleh segelintir kelompok yang bernama panitia penerimaan entah dengan menggunakan skala dan indikator apa dalam menentukan kelulusan.

Kemudian dalam tes fisik yang dilakukan sudah barang tentu salah satunya merupakan bahagian dari kehidupan sehari-harinya yang belum tentu pernah dirasakan oleh anak kota lainnya. Plus lagi kondisi daerah yang minim infrastruktur dan minim penerangan di daerah ini, justeru tidak pernah mengecutkan hati anak daerah untuk terus belajar. Menurut mereka tentunya belajar itu adalah sebuah kewajiban dalam membangun bangsa dan daerah.

Sebahagian guru SMP 3 Keritang pun cukup menyayangkan hal ini. Misalnya Khairiyah, yang akrab disapa bu Iyai juga merasa kecewa. Karena ia cukup mengetahui dan memahami bagaimana dengan anak didiknya tersebut. "Kita sangat kecewa mendengar hal ini," ujarnya ketika ditemui baru-baru ini.**




Editor : Laporan Beni Yussandra
Kategori : Inhil
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top